Selasa, 01 Jul 2025
  • Selamat Datang di Madrasah Kami - Madrasah Berbasis Pesantren - Mencetak generasi cerdas, Kreatif dan berbudi luhur

ASESMEN SUMATIF AKHIR TAHUN : Ruang Uji Akademik Sekaligus Latihan Mental dan Spiritual

Mlangi, Sleman – 27 Mei 2025

Ujian Akhir Tahun (UAT) atau yang sekarang telah berganti nama Asesmen Sumatif Akhir Tahun (ASAT) seringkali diasosiasikan dengan tekanan, kecemasan, dan beban belajar. Namun, dalam perspektif pendidikan dan spiritualitas Islam, ujian justru memegang peran penting sebagai bentuk evaluasi proses belajar sekaligus latihan karakter. Tulisan ini membahas hikmah UAT secara ilmiah, dikaitkan dengan nilai-nilai keislaman dan pengalaman pelajar zaman sekarang.

Buat sebagian besar pelajar Gen Z, ASAT kadang terasa kayak boss final di game: susah, bikin stres, dan bisa bikin overthinking. Tapi, kalau kita tarik napas dulu dan lihat dari perspektif yang lebih luas, ternyata ASAT itu bukan sekadar soal nilai atau ranking. ASAT adalah bagian dari learning journey yang juga mengasah mental, manajemen diri, dan spiritualitas.

1. Ujian adalah Evaluasi Proses Bukan Cuman Hasil

Dalam teori taksonomi Bloom (Anderson & Krathwohl, 2001), evaluasi bukan cuma mengukur ingatan, tapi juga pemahaman, aplikasi, bahkan analisis. Artinya, ASAT itu semacam checkpoint buat tahu sejauh mana kita berkembang. Di dunia nyata, yang dinilai bukan cuma hasil akhirnya, tapi proses dan usaha yang kita lakukan. Dari ASAT ini kita belajar berproses, tentang bagaimana mengatur waktu yang baik, melatih mental, kesabaran dan kejujuran.

2. Capek Belajar adalah Bagian dari Ibadah

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ ‘Ulumuddin telah menjelaskan bahwa Tholabul ‘ilmi (mencari ilmu) itu bagian dari jalan menuju syurga. Jadi, rasa lelah begadang buat belajar itu bisa jadi nilai ibadah di sisi Allah, asal diniatkan Lillahi ta’ala.

Selain itu, beliau juga menjelaskan bahwa ujian itu cara Allah ngasih ‘pelatihan mental’ ke hamba-Nya. Jadi, pas kita ngerasa lelah belajar, sebenarnya kita lagi dibentuk jadi versi diri yang lebih kuat. Jadi, ASAT itu adalah wadah kita untuk upgrade level, baik otak maupun hati.

3. Jangan Hanya Fokus Pada Hasil, Tapi Pahami Prosesnya

Gus Baha’ pernah menyampaikan bahwa belajar itu proses mencintai ilmu. Nilai memang penting, tapi jangan jadikan itu sebagai satu-satunya ukuran keberhasilan. Kalau kamu udah jujur, sungguh-sungguh, dan tetap santun selama proses belajar, itu udah kemenangan tersendiri.

4. Burnout Saat Ujian? Wajar Banget, Tapi Jangan Lupa Ngadu ke Allah

Menurut WHO, burnout akademik itu nyata—dan banyak pelajar ngalamin. Nah, dalam Islam, saat hati lagi suntuk, jalan keluarnya bukan cuma rebahan, tapi juga curhat sama Allah. Gus Mus pernah berkata, “Ilmu tanpa zikir itu kering.” Jadi waktu ASAT, bawa buku iya, tapi bawa doa juga jangan lupa.

5. Dari Stress Jadi Syukur: Ujian Bikin Kita Lebih Peka

Saat ujian, kita akan sadar betapa berharganya waktu luang, istirahat cukup, atau guru yang ngajarnya sabar banget. Ini bikin kita belajar bersyukur dan lebih menghargai proses pendidikan secara utuh. Ini sejalan dengan prinsip tahdzib an-nafs (pembersihan jiwa) dalam tasawuf.

Kesimpulan:

Asesmen Sumatif Akhir Tahun bukan hanya sekadar uji akademik, tapi juga latihan karakter, kesabaran, dan pendekatan diri kepada Allah. Dengan niat yang lurus, usaha yang maksimal, dan doa yang tulus, ASAT bisa jadi momentum transformasi diri. Jadi, bukan waktunya galau, tapi waktunya tumbuh.

Bayu Ma’rifatullahSleman, 27 Mei 2025

Referensi:

Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing.

Al-Ghazali. Ihya’ Ulumuddin.

Ceramah Gus Baha’ & Gus Mus (dokumentasi YouTube NU Online)

Post Terkait

0 Komentar

KELUAR